Manajemen Qalbu
Manajemen Qolbu
Al-Khobir, Yang Maha
Mengetahui
Penulis: KH Abdullah
Gymnastiar
Bismillahirrahmaanirrahiim
"Wahai anakku,
sesungguhnya kalau ada satu butir biji sawi yang tersembunyi di dalam batu atau
di langit atau di bumi, maka Allah mengetahuinya. Sungguh Allah itu Maha Halus
lagi Maha Mengetahui." (QS.31 : 16)
Allah SWT mempunyai nama
indah Al-Khobir. "Kho", "ba", dan "ro", itulah huruf-huruf penyusunnya. Kata
yang tersusun dari huruf-huruf tersebut berkisar maknanya pada dua hal, yaitu
pengetahuan dan kelemahlembutan. Khobir biasanya digunakan untuk menunjukkan
pengetahuan yang dalam dan sangat rinci menyangkut hal-hal yang sangat
tersembunyi.
Menurut Imam Al-Ghozali,
Al-Khobir adalah yang tidak tersembunyi bagi-Nya hal-hal yang sangat dalam dan
yang disembunyikan. Tidak terjadi sesuatu pun dalam kerajaan-Nya yang di dunia
maupun alam raya kecuali diketahui-Nya. Tidak bergerak atau diam satu butir atom
pun dan tidak bergerak atau tenang satu jiwa pun kecuali ada beritanya di sisi
Allah.
Allah mengetahui apapun
yang dikandung hati atau disimpan oleh pikiran. Bisikan-bisikan nafsu,
ajakan-ajakan syetan, khayalan-khayalan pikiran, prasangka-prasangka di hati,
rencana-rencana jahat, komentar-komentar dan gumaman hati, semua ada dalam
pengetahuan Allah. Ada dua tindakan yang dapat dilakukan untuk meneladani asma
Al-Khobir ini. Tindakan pertama menyangkut hubungan keluar dengan makhluk lain.
Kita sadar bahwa pengetahuan kita sangat terbatas. Kita tidak tahu isi hati dan
kepala orang lain, dan kita pun tidak tahu banyak tentang maksud-maksud di balik
penciptaan makhluk disekitar kita. Berangkat dari kesadaran ini, maka akhlak
yang patut dikembangkan adalah baik sangka! Selalu berbaik sangka kepada Allah
dan sesama. Bila kita melihat orang yang cacat, seperti pincang, buta, atau
lumpuh, janganlah mencela tetapi berbaik sangkalah, karena boleh jadi cacat itu
pada fisiknya saja sedangkan batinnya penuh kemuliaan dan kesempurnaan karena
ridho menerima ketentuan Allah. Bila kita mencela maka kitalah yang sebenarnya
cacat. Cacat hati karena tidak mampu melihat hikmah Allah, cacat adab karena
merendahkan makhluk Allah, dan cacat Akhlak karena baru bisa mencela dan tidak
mampu berbuat untuk menolong. Tindakan kedua menyangkut diri kita sendiri.
Pertama, kenalilah jasad ini dan hubungkan dengan kekuasaan Allah. Kedua,
kenalilah kekurangan-kekurangan kita dalam segi ilmu, sikap, dan perilaku dan
hubungkanlah dengan pengawasan Allah. Ketiga, kenalilah tujuan hidup ini dan
selaraskan dengan keinginan Allah. Bila kita perhatikan jasad ini, maka insya
Allah kita sadar dari mana asal kita dan siapakah kita. Dari setetes air yang
hina, ke mana-mana membawa kotoran dan kalau sudah mati menjadi bangkai, itulah
jasad ini. Tidak berdaya bila sudah kena penyakit. Bila sudah tua akan
mengeriput dan melemah. Tidak ada yang patut disombongkan. Bila kita perhatikan
betapa besar karunia Allah atas tubuh ini, maka insyaAllah kita sadar bahwa
keindahan dan kesempurnaan tubuh ini Allah-lah yang membuat. Kekurangan dan
kecacatan pun bukan kita yang menghendaki. Ini akan melahirkan rasa terima kasih
dan rasa menerima. Sibukkanlah diri melihat kekurangan diri lalu bekerjalah
untuk memperbaiki. Kita tahu betapa bodohnya kita dan betapa sedikitnya ibadah
kita. Yang sedikit itupun kita rusak dengan tidak khusyuk dan kita hancurkan
dengan ketidakikhlasan. Kita seharusnya malu kepada Allah karena
kebusukan-kebusukan kita.
Hidup ini untuk akhirat.
Awasilah setiap tindakan agar benar-benar diniatkan karena Allah dan selalu
berada di jalan Allah. Belajar dari Al-Khobir membuat kita banyak melihat ke
dalam diri dengan waspada dan melihat keluar diri dengan berbaik sangka. ***
--------------------------------------------------------------------------------
Rangkuman Tausyiah KH.
Abdullah Gymnastiar, Pengajian MMQ Masjid Al-Azhar, 28 Agustus 2002
Tawakal
Sumber: Abdullah Gymnastiar
Bismillahirrahmanirrahiim
Kajian Kitab Al-Hikam
Karya Syekh Ahmad bin
Muhammad Atailah
Bab: Tawakal
"Tidak akan terhenti suatu
permintaan yang semata-mata engkau minta, engkau sandarkan kepada karunia
kekuasaan Rab-Mu, dan tidak mudah tercapai permintaan, pengharapan yang engkau
sandarkan kepada kekuatan dan daya upaya serta kepandaian dirimu sendiri."
Tidak akan berhenti
permintaan, jikalau kita bersandar kepada karunia Allah, tetapi akan penuh
dengan kesulitan, penderitaan, macet, jikalau kita bersandar kepada daya upaya
dan kepandaian kita sendiri.
Ini penting sekali
dipahami, karena kita akan banyak kecewa ketika kita bersandar kepada diri atau
bersandar kepada selain Allah. Semua kejadian itu mutlak hanya bisa terjadi
karena ijin Allah. Sekiranya bergabung jin dan manusia seluruhnya akan
mendatangkan satu butir pasir pun tidak akan terjadi tanpa ijin Allah. Sekiranya
bergabung jin dan manusia bermaksud akan mencelakakan, maka "Ma ashobadhum mim
musibatin illa bi'idznillah." Tidak akan menimpa kepada kita satu musibahpun
tanpa ijin dari Allah. Tidak jatuh satu helai daun tanpa ijin dari Allah, mutlak
semua yang terjadi adalah dengan ijin Allah.
Bergantungnya kita kepada
selain Allah itu adalah kesalahan besar, selain membuat kita sengsara dan banyak
kecewa, juga bisa mengugurkan amal kita. Apalagi kita bergantung kepada
kemusyrikan, dukun, paranormal, hilanglah sudah amal kita. Dalam hal ini,
terjadi atau tidak terjadinya keinginan kita, dua-duanya menjadi bencana. Tetapi
bagi orang yang bertawakal kepada Allah, terjadi atau tidak terjadi, dua-duanya
jadi amal. "Laahaula wala quwwata illa billahil'aliyyil adzim".
Sebelum ikhtiar, kita
sempurnakan niat. Kita gunakan perencanaan sesuai dengan sunnatullah. Kita
siapkan untuk wujudnya suatu amal, tetapi di awal, tengah dan akhir harus tahu
bahwa yang akan terjadi adalah apa yang Allah kehendaki. Jadi kita tidak usah
panik. Baik menurut kita, belum tentu baik menurut Allah. Contohnya, Jika kita
ingin punya anak yang terbaik menurut pilihan kita, sempurnakan ikhtiar dengan
istikharah, jika belum menikah, mintalah kepada Allah. Terlahirnya anak atau
tidak, hanya Allah yang menciptakan. Lima tahun tidak punya anak, walaupun sudah
pergi ke dokter, pergi berobat; tidak identik dengan kegagalan karena lima tahun
perjuangan semuanya jadi amal. Apakah menikah dan langsung punya anak pertanda
kebaikan? Belum tentu. Ada orang yang punya anak, malah tambah penderitaan.
Kebaikan adalah kalau niatnya benar. Tidak punya anak, tidak berarti suatu
musibah. Siti Aisyah tidak punya anak, tapi tidak berkurang kemuliaannya. Yang
penting dari awal kita sudah tahu bahwa yang menciptakan janin adalah Allah,
yang membentuk janin adalah Allah, yang memberikan ruh adalah Allah, yang
mengeluarkan adalah Allah; dan kita Laahaula Wala quwwata illabillahil 'aliyyil
adzim.
Benar, manusia akan punya
keinginan, dorongan-dorongan untuk cepat terwujud apa yang diinginkan, tetapi
kalau orang sudah yakin hanya Allah yang menguasaiEInnalloha 'ala kulli'syaiin
Qodir. Sesungguhnya Allah-lah yang menguasai segala kejadian, tidak bergerak
walaupun sebesar zahrah, Illa Bi'idnillah. Inilah sebetulnya yang membuat orang
akan merasakan nikmat luar biasa ketika hatinya sudah meyakini bahwa setiap
kejadian hanya terjadi dengan ijin Allah.
Allah SWT berfirman
"Wamayyatawakkal alallahu fahuwa hasbu." Dan barang siapa yang bertawakal, akan
dicukupi kebutuhan lahir batinnya. Allah Maha Tahu kebutuhan kita, lebih tahu
daripada kita sendiri. Mengandalkan Allah dari awal sampai akhir adalah adab
bagi orang-orang yang beriman.
Di bulan Ramadhan yang
penuh berkah ini, selayaknya kita melatih diri untuk bertawakal. Ciri khas orang
yang bertawakal adalah sedikit kecewanya terhadap kejadian. Saya katakan
sedikit, karena kalau kita kecewa itu menunjukkan kualitas ketawakalan. Apakah
kita tidak boleh kecewa? Kita boleh kecewa kalau tidak bisa menyempurnakan amal
kita; kecewa karena sedekah masih terasa berat; kecewa karena masih
menunda-nunda dalam beramal; kecewa karena sholat belum bisa khusyu; kecewa
karena sudah taubat kok terjadi lagi maksiat; kecewa ketika dipuji tapi jadi
ujub; dalam hal demikian maka kita boleh kecewa.
Allah mengukur
hamba-hambanya karena Dia tahu persis kekuatan iman kita, kadar pengendalian
diri kita, emosi kita, nafsu kita, makanya tidak akan dikecewakan bagi
orang-orang yang selalu bertawakal. Ciri tawakal diantaranya adalah, kalau
memilih sesuatu selalu dengan istikharah. Orang yang bertawakal kepada Allah
akan memperbanyak istikharah karena hal ini merupakan etika untuk meminta
pertolongan Allah. Orang yang bertawakal kepada Allah, dia tidak akan
tergesa-gesa walaupun dia sangat menginginkannya, karena tidak ingin terjebak
oleh keinginannya sendiri.
"Ya Allah, tiada Tuhan
selain Engkau yang menggengam segala kejadian, jangan pernah biarkan diri kami
berharap selain dari-Mu...
Ya Allah, jangan biarkan
hati ini tenteram selain hanya bersamaMu, tiada Tuhan selain Engkau karena
Engkaulah yang menggenggam segala apapun yang Engkau kehendaki."
--------------------------------------------------------------------------------
Rangkuman Kajian Kitab
Al-Hikam TRANS TV, 3 Ramadhan 1423 H/8 November 2002.
Kekayaan Ma'rifat
Sumber: Abdullah Gymnastiar
Bismillahirrahmanirrahiim
Kajian Kitab Al-Hikam
Karya Syekh Ahmad bin
Muhammad Atailah
Bab: Kekayaan Ma'rifat
Semoga Allah yang Maha
Kaya, memperkaya diri kita dengan perasaan tidak membutuhkan selain kepada
Allah, karena ternyata banyak orang kaya yang menjadi miskin, karena
kebutuhannya lebih banyak daripada kekayaannya. Sayangnya kebutuhan itu tidak
pernah ada ujungnya, seperti minum air laut, makin diminum makin haus.
Begitulah, banyak orang yang diberi kekayaan duniawi tapi batinnya miskin,
hari-harinya dilalui dengan sengsara karena diperbudak oleh keinginan. Semoga
Allah memperkaya kita dengan rasa puas terhadap segala yang ada. Kita akan
mengupas hikmah dari Imam Ibnu Atailah dalam kitab Al-Hikam berikut ini.
"Hendaknya membelanjakan
tiap orang kaya menurut kekayaannya, ialah mereka yang telah sampai kepada Allah
dan orang yang terbatas rezekinya, yaitu orang yang sedang berjalan menuju
kepada Allah.
Orang yang telah sampai
kepada Allah karena mereka telah terlepas dari kurungan melihat kepada sesuatu
selain Allah ke alam tauhiid maka luaslah pandangan mereka, maka mereka berbuat
di alam mereka lebih leluasa.
Sebaliknya orang yang masih
merangkak-rangkak di dalam ilmu dan paham yang terbatas mereka inipun
mengeluarkan sekedarnya."
Orang yang kaya adalah
orang yang sedikit kebutuhannya, dan senang menafkahkannya. Orang yang miskin
adalah orang yang sibuk menyembunyikan hartanya dalam tabungan; dia miskin
karena takut berkurang rezekinya. Makin banyak berkurang, makin merasa miskin.
Orang yang kaya tidak pernah takut terhadap kekurangan, orang yang kaya hakiki
adalah orang yang yakin kepada jaminan Allah sehingga dia ringan bersedekah
karena sedekah itu tidak akan mengurangi harta melainkan akan menambahnya.
Jangan melihat kekayaan orang lain dari apa yang dimilikinya, tapi lihatlah
kekayaan seseorang dari apa yang bisa dinafkahkannya.
Kekayaan lain adalah ilmu.
Orang yang kaya dengan ilmu, leluasa dalam mencari ilmu, dia sampaikan kepada
yang lain sesudah dia amalkan. Tapi ada orang yang punya ilmu, kemudian dia
kikir tidak mau memberikan kepada yang lain. Ciri keilmuan seseorang adalah
kalau dengan ilmunya dia makin lapang; makin dekat dengan Allah dan makin gemar
memberikan ilmunya bagaikan cahaya matahari.
Kekayaan yang kita bahas di
sini sebenarnya adalah kekayaan yang disebut ahli ma'rifat, yaitu orang yang
mengenal Allah dengan baik. Dia kaya dengan pengenalan akan keagungan kebesaran
Allah, dia akan sangat leluasa menjelaskan siapa Allah. Tidak semua orang bisa
menjelaskan Allah, bahkan ada yang menyebut Allah saja tidak sanggup, paling
tinggi 'Tuhan' atau ada yang mengatakan 'Yang di Atas'; 'Dia yang maha kuasa'
dan lain sebagainya. Ada yang begitu berat sekali dalam menyebut, karena memang
dia miskin dalam keyakinan kepada Allah.
Orang yang miskin keyakinan
sulit memberikan ketenangan kepada keluarganya, karena dia sendiri tidak punya
ketenangan itu. Sebaliknya, orang yang sudah kenal dan akrab dengan Allah
mempunyai ketenangan yang melimpah pada dirinya, akibatnya dia bisa menenangkan
kepada banyak orang disekitarnya. Wajahnya membuat tenang orang yang menatap,
kata-katanya menenangkan orang banyak. Tidak semua orang menyuruh orang tenang,
bisa membuat orang menjadi tenang. Karena yang berkatanya belum tentu tenang.
Orang yang sudah mengenal
Allah, akan mendistribusikan hartanya karena dia tidak takut miskin, dia
mendistribusikan ilmunya, tenaganya, pikirannya. Itulah kekayaan sejati orang
yang kaya, orang yang leluasa sekali mendoakan orang lain, menolong orang lain.
Dia tidak pernah berat untuk menyenangkan orang, menghormati orang, itulah orang
yang kaya hakiki. Sebaliknya, ada orang yang miskin penghargaan. Kemana-mana
ingin dihormati, ingin dihargai, ingin dibedakan, ingin diperlakukan spesial.
Kalau tidak dihargai sakit hati. Dia sebetulnya miskin, dia belum berharga
karena yang berharga itu adalah jika kita bisa menghargai dan menghormati.
Bagi seorang yang ma'rifat
kepada Allah, dia tidak membutuhkan apapun, dari siapapun, kecuali hanya dari
Allah. Hidupnya tenang, mantap, tidak menjilat, tidak meminta-minta, tidak
menggadaikan dirinya kepada mahluk. Mungkin rumahnya sederhana tapi batinnya
megah, mungkin uangnya sedikit tapi batinnya kaya, mungkin tanahnya sempit tapi
hatinya lapang, mungkin tubuhnya mungil tapi jiwanya besar, inilah kekayaan
hati.
Kemegahan dunia dibagikan
kepada siapa saja oleh Allah, termasuk kepada orang yang dholim, ingkar,
munafik, tapi kekayaan Ma'rifatullah tidak dibagikan kepada sembarang orang.
Inilah keadilan Allah SWT. Oleh karena itu jikalau kita ingin tergolong orang
yang kaya, teruslah belajar mengenali Allah, dekati Allah dan jadikanlah diri
kita menjadi orang yang senang dan cinta kepada Allah, segalanya Allah.
"Innalaha 'ala kulli syai'in qodir." Makin kokoh keyakinan, makin nikmat dalam
hidup, makin mulya dan cemerlang dalam kepribadian.
Jangan sampai menganggap
melimpahnya kekayaan duniawi sebagai karunia Allah yang memuliakan kita, belum
tentu. Adakalanya berbentuk 'istidraj'. Oleh Allah diberi, tapi bisa menambah
kerugian dan kesesatan, maka waspadalah. Kekayaan sesungguhnya adalah pada batin
kita.
Mudah-mudahan dengan ilmu
ini kita tidak menjadi risau dengan apa yang telah Allah janjikan. Allah yang
bertanggungjawab terhadap segala kebutuhan kita, tapi kita punya kewajiban untuk
menyempurnakan ikhtiar agar selalu berada di jalan Allah. Kalau kita berpegang
lurus, Allah tidak mungkin menyia-nyiakan siapapun yang berpegang teguh di
jalanNya. ***
--------------------------------------------------------------------------------
Rangkuman Kajian Kitab
Al-Hikam TRANS TV, 6 Ramadhan 1423 H/11 November 2002
Menyikapi Waktu
Penulis: KH. Abdullah
Gymnastiar
Maha perkasa Allah Azza wa
Jalla, Dzat yang memiliki segala keagungan, kemuliaan, keunggulan, dan segala
kelebihan lainnya. Dzat yang Mahasempurna sifat-sifat-Nya, tiada satu
kejadianpun yang terbebas dari kekuasaan-nya. Allah, Dzat yang Maha adil
meningkatkan derajat siapa saja yang Dia kehendaki dan menghinakan siapa saja
yang dikehendaki-Nya. Namun, sesungguhnyalah kemuliaan dan kehinaan yang ada
pada diri kita merupakan buah dari segala amal yang telah kita lakukan. Tidak
bisa tidak. Karena demi Allah, Allah SWT tidak akan pernah dzhalim terhadap
hamba-hamba-Nya.
Sahabat-sahabat, sungguh
betapa banyak orang yang cukup potensial, tetapi tidak bisa menjadi unggul.
Salah satu sebabnya adalah karena ketidakmampuannya dalam mengelola waktu.
Yakinilah bahwa kesuksesan atau kegagalan seseorang dalam urusan dunia maupun
akhirat adalah sangat bergantung bagaimana kesungguhannya dalam menyikapi waktu.
Kita saksikan, betapa banyak orang yang mengeluh karena merasa tak pernah punya
waktu, sedangkan beberapa orang yang lain selalu mencari jalan untuk membunuh
waktu.
Padahal, subhanallah, Allah
dengan Maha cermat dan Maha adil telah membagikan waktu dengan seadil-adilnya,
dengan secermat-cermatnya tanpa akan luput satupun. Setiap orang pastilah akan
mendapat jumlah waktu yang sama, yaitu 60 menit setiap jam, dan 24 jam setiap
hari di tempat manapun di dunia ini. Di negara maju, negara berkembang, atau
negara yang hancur terpuruk sekalipun tetap 24 jam perhari 60 menit per jam.
Singapura 24 jam per hari,
Singaparna 24 jam per hari, Chichago 60 menit per jam, Cikaso 60 menit per jam,
semuanya sama. Pengusaha sukses, yang jatuh bangun, atau bahkan yang bangkrut
sekalipun tetap 24 jam per hari 60 menit per jam. The Best Executive, karyawan
asal-asalan,dan pengangguran kelas berat sekalipun jatah waktunya tetap sama 24
jam per hari. Seorang bintang kelas; yang biasa saja, atau yang tidak naik kelas
sekalipun tetap 24 jam per hari 60 menit per jam. Maka, nyatalah bahwa yang
menjadi masalah bukan jumlah waktunya, tapi isi waktunya.
Sebab, ada yang dalam waktu
24 jam itu mampu mengurus negara, jutaan orang, atau aneka perusahaan raksasa
dengan beratus ribu orang, tapi ada yang dalam 24 jam mengurus diri saja tidak
mampu! Naudzhubillah, Karakteristik waktu memang sebuah keunikan, bahkan ia
suatu misteri kehidupan ini, yang terekam dalam tik-tok jam, tercatat dalam buku
harian, terhitung dalam kalender tahunan, terukir dalam prasasti-prasasti
kehidupan. Walau, sebenarnya ukuran-ukuran itu akan kurang berarti, sebab ukuran
waktu yang nyata adalah kehidupan kita sendiri. Ya, hidup kita adalah waktu itu
sendiri, yang menggelinding tiada henti. Sebagai makhluk ciptaan-Nya waktu
ternyata memiliki tabiat tersendiri, waktu adalah terpendek karena tak pernah
cukup menyelesaikan tugas hidup. Waktu adalah terpanjang karena ia adalah ukuran
keabadian. Waktu akan berlalu cepat bagi mereka yang bersuka cita. Waktu
berjalan sangat lambat bagi yang dirundung derita. Waktu adalah saksi sejarah
yang akan membeberkan segala kehinaan dan kenistaan yang kita lakukan.
Waktu adalah perekam abadi
yang akan mengekalkan segala keagungan dan kemuliaan seseorang. Dan yang utama
waktu modal kita, kehidupan kita. Tiada yang dapat terjadi tanpa dia. Maka,
sungguh suatu kerugian yang sangat besar bila seorang hamba tidak dapat
memanfaatkan waktunya dengan sangat baik dan optimal. Allah berfirman, "Demi
waktu, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling
nasehat-menasehati dalam menatapi kebenaran dan nasehat-menasehati dalam
menetapi kesabaran" [Q.S. AI Ashr: (103): 1-3].
Imam Syafii mengatakan
bahwa, "Cukup dengan Surat Al Ashr, Al-Quran sudah terwakili". Subhanallah,
demikian pentingnya waktu dalam pandangan Allah. Dikisahkan bahwa suatu waktu
Khalifah Umar bin Abdulaziz sesampai di rumah setelah mengurus jenazah Sulaiman
bin Abdul Malik kakeknya ia (Umar) sedang istirahat tidur-tiduran di ranjang,
kemudian datang anaknya Abdul Malik, dan ia bertanya: "Wahai Amirul Mukminin,
gerangan apakah yang membaringkan anda di siang hari bolong ini. Jawab ayahnya;
"Aku letih, aku butuh istirahat". Abdul Malik berkata; "Pantaskah anda
beristirahat padahal banyak pekerjaan yang harus dikerjakan, lihat di sana
rakyat yang tertindas butuh pertolonganmu." jawab ayahnya, "Semalam suntuk aku
menjaga pamanmu dan itu yang mendorong aku istirahat, nanti setelah shalat
dhuhur aku akan mengembalikan hak-hak orang-orang yang tertindas dan teraniaya".
Anaknya bertanya, "Wahai Amirul Mukminin, siapakah yang menjamin anda hidup
sampai dhuhur. Bagaimana kalau Allah menakdirkan anda mati sekarang?" Kemudian
Umar bangun dan pergi membawa satu karung pikulan gandum, lalu mencari orang
yang kelaparan.
Dalam kisah ini, nampaklah
betapa beratnya tanggung jawab untuk mengelola waktu. Bagaimana pula dengan kita
yang telah diberi amanah mengurus bumi ini? Subhanallah, marilah kita berlindung
kepada Allah dari kelalaian memanfaatkan waktu seraya memohon agar dikaruniakan
kemampuan untuk mengelola waktu dengan optimal, penuh makna, sesuai dengan yang
telah dituntunkan Allah dan Rosul-Nya. Ada dua hal yang perlu kita lakukan, agar
memiliki keunggulan dalam hidup ini, yaitu:
a. Waktu boleh sama tapi
isi harus beda
Ajaran Islam sangat
menghargai waktu, Allah SWT sendiri berkali-kali bersumpah dalam Al Quran
berkaitan dengan waktu. Wal 'ashri (Demi waktu), Wadh dhuha (Demi waktu dhuha),
Wallail (Demi waktu malam), Wannahar (Demi waktu siang). Allah juga sangat
menyukai orang yang shalat lima waktu dengan tepat waktu, memuliakan sepertiga
malam sebagai waktu mustajabnya doa, dan waktu dhuha sebagai waktu yang
disukai-Nya. Maka, sangat beruntunglah orang-orang yang mengisi waktunya efektif
hanya dengan mempersembahkan yang terbaik dalam rangka beribadah kepada-Nya.
Allah SWT berfirman dalam sebuah hadits qudsi, yang artinya, "Pada setiap fajar
ada dua malaikat yang berseru-seru: "Wahai anak Adam aku adalah hari yang baru,
dan aku datang untuk menyaksikan amalan kamu. Oleh sebab itu manfaatkanlah aku
sebaik-baiknya. Karena aku tidak kembali lagi sehingga hari pengadilan." (H.R.
Turmudzi).
Cobalah bayangkan,
andaikata dalam suatu perlombaan balap sepeda, dalam satu detik si A berhasil
mengayuh satu putaran, si B setengah putaran, dan si C mengayuh dua putaran.
Siapa yang jadi juaranya? Maka, dengan meyakinkan si C-lah yang akan berpeluang
menjadi juara, mengapa? Karena pada detik yang sama si C dapat berbuat lebih
banyak daripada yang lain. Nah, begitupun kita semua semakin banyak dan baik hal
positif yang kita lakukan dalam waktu yang sama, insyaAllah kita akan lebih
dekat dengan kesuksesan. Persis dengan apa yang anda lakukan saat ini, pada saat
yang sama ada yang sedang tidur, sedang di WC, sedang bermain atau mungkin
bermaksiat atau apa saja, dan pada saat akhir membaca tulisan ini. Maka,
hasilnya pun berbeda-beda tergantung dari apa yang dilakukan, dan anda
insyaAllah beruntung karena telah mendapat ilmu yang mahal yaitu bagaimana
mengelola modal hidup ini, yakni waktu.
b. Sekarang harus lebih
baik daripada tadi
Sahabat-sahabat, sungguh
kita merasakan bahwa seringkali kita tidak begitu serius menghargai waktu,
sehingga kadang-kadang menghamburkannya tanpa guna. Kadangkala kesia-siaan
selalu menjadi bagian dari hidup kita ini; bersantai-santai tanpa merasa rugi
waktu, berbicara sia-sia tanpa merasa berdosa, berjalan tanpa tujuan hanya untuk
menghabiskan waktu dengan sia-sia. Padahal, sungguh waktu adalah modal kita
dalam mengarungi kehidupan ini. Kalau kita mengoptimalkan modal kita, maka
beruntunglah kita, tapi kalau kita menyia-nyiakannya.Maka sangat pasti akan
rugilah kita. Orang yang bodoh adalah orang yang diberi modal (waktu), kemudian
dengan modal itu ia sia-siakan. Naudzhubillah. Padahal, andaikata hari ini sama
dengan hari kemarin berarti kecepatan kita sama, tak ada peningkatan. maka tak
akan pernah bisa menyusul siapapun, dan andaikata orang lain selalu meningkat,
maka kita akan tertinggal dan jadi pecundang. Rasulullah SAW. mengingatkan kita
dengan sabdanya, " Barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka dia
termasuk orang-orang yang merugi" (H.R. Dailami).
Maka, satu-satunya pilihan
adalah hari ini harus lebih baik dari kemarin, bahkan kalau bisa sekarang ini
harus lebih baik daripada barusan tadi, dalam hal apapun. Kalau tidak demikian,
maka harus diakui bahwa hari ini adalah hari yang gagal dan rugi, dan ingat
andaikata hari ini lebih buruk dari hari kemarin berarti kita terkena musibah,
kerugian yang sangat besar dan mencelakakan diri. Naudzhubillah, hal ini tak
boleh terjadi pada diri kita. Rasulullah SAW sendiri mengingatkan kita untuk
selalu memperbaiki waktu kita, sebab setiap waktu memiliki beban persoalan
tersendiri, sabdanya, "Carilah yang lima sebelum datang yang lima, yaitu
manfaatkanlah masa mudamu sebelum datang masa tuamu (dengan ibadah), gunakanlah
masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu (dengan amal saleh), gunakanlah masa
kayamu sebelum datang masa miskinmu (dengan sedekah), gunakanlah masa hidupmu
sebelum datang masa matimu (mencari bekal untuk hidup setelah mati). gunakanlah
masa senggangmu sebelum datang masa sempitmu.' (Al Hadits).
Dari uraian diatas, maka
sebenarnya ada tiga kelompok orang yang menggunakan waktu, yaitu:
1. Orang sukses, yaitu
orang yang menggunakan waktu dengan optimal, dan ia melakukan sesuatu yang tidak
diminati oleh orang yang gagal.
2. Orang malang, yaitu
orang yang hari-harinya diisi dengan kekecewaan dan selalu memulai sesuatu
dengan esok harinya.
3. Orang hebat, yaitu orang
yang bersedia melakukan sesuatu sekarang juga. Bagi orang hebat, tidak ada hari
esok. Dia berkata bahwa membuang waktu bukan saja sesuatu kejahatan, tetapi
suatu pembunuhan yang kejam.
Maka , mulai sekarang
waspadalah terhadap waktu. Setiap detik yang kita lalui harus diperhitungkan
dengan secermat-cermatnya, sematang-matangnya, dan seakurat-akuratnya, lalu
mengisinya dengan hal-hal yang membuahkan peningkatan kemampuan kita. Kita tidak
hanya perlu bekerja keras, tapi kita perlu juga bekerja keras dan cerdas. Lebih
jauh kita lagi kita perlu kerja keras, cerdas dan efektif, sehingga waktu yang
kita gunakan akan lebih optimal, bermakna bagi dunia dan berarti bagi akhirat
nanti.***
Empat Rahasia Ahli Syukur
Penulis: Aa Gym
Semoga Allah Yang Maha
Menatap, Maha Gagah, Maha Menguasai segala-galanya mengaruniakan kepada kita
hati yang bersih sehingga bisa menangkap hikmah di balik kejadian apapun yang
kita rasa dan kita saksikan, karena penderitaan dalam hidup bukan karena
kejadian yang menimpa tapi karena kita tertutup dari hikmah.
Allah menakdirkan apapun
Maha Cermat, tidak pernah mendzolimi makhluk-makhluk-Nya. Kita sengsara adalah
karena kita yang mendzolimi diri sendiri.
"Barangsiapa yang tidak
mensyukuri nikmat Allah, sesungguhnya ia telah membuka jalan hilangnya nikmat
dari dirinya. Akan tetapi barangsiapa yang mensyukuri nikmat Allah, maka sungguh
ia telah memberi ikatan yang kuat pada kenikmatan Allah itu."
Firman Allah SWT: La in
Syakartum la-aziidannakum (jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah
rezekimu)(QS.14: 7)
Wa maa bikummin ni'matin
faminallohi tsumma idzaa massakumudllurru failaihi tajaruun (Dan apa saja nikmat
yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah datangnya, dan bila kamu ditimpa oleh
kemudaratan , maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.(QS.16: 53)
Wa ammaa bini'mati rabbika
fahaddits (Dan terhadap Nikmat Tuhan-mu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya
(dengan bersyukur).(QS.93: 11)*
*(diambil dari kitab Al
Hikam; Syekh Ahmad Atailah)
Jadi setiap nikmat itu
menjadi pembuka atau penutup pintu nikmat lainnya. Kita sering menginginkan
nikmat padahal rahasia yang bisa mengundang nikmat adalah syukur atas nikmat
yang ada. Jangan engkau lepaskan nikmat yang besar dengan tidak mensyukuri
nikmat yang kecil.
Tidak usah risau terhadap
nikmat yang belum ada, justru risaulah kalau nikmat yang ada tidak disyukuri.
Allah sudah berjanji kepada kita dengan janji yang pasti ditepati, La in
syakartum la-aziidannakum (jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah
rezekimu)(QS.14: 7)
Maka, daripada kita
sengsara oleh nikmat yang belum ada lebih baik bagaimana yang ada bisa
disyukuri. Sayangnya kalau kita mendengar kata syukuran itu yang terbayang hanya
makanan, padahal syukuran itu adalah bentuk amal yang dahsyat sekali
pengaruhnya.
Syarat yang pertama menjadi
ahli syukur adalah hati tidak merasa memiliki, tidak merasa dimiliki kecuali
yakin segalanya milik Allah SWT. Makin kita merasa memiliki sesuatu akan makin
takut kehilangan, takut kehilangan adalah suatu bentuk kesengsaraan. Tapi kalau
kita yakin semuanya milik Allah, maka diambil oleh Allah tidak layak kita merasa
kehilangan karena kita merasa tertitipi. Makin merasa rejeki itu milik manusia
kita akan merasa berharap kepada manusia dan akan makin sengsara,
senikmat-nikmat dalam hidup adalah kalau kita tidak berharap kepada mahluk
tetapi berharap hanya kepada Allah SWT.
Rahasia yang kedua ahli
syukur adalah "orang yang selalu memuji Allah dalam segala kondisi". Karena apa?
Karena kalau dibandingkan antara nikmat dengan musibah tidak akan ada
apa-apanya. Musibah yang datang tidak sebanding dengan samudera nikmat yang
tiada bertepi. Apa yang harus membuat kita menderita? Adalah menderita karena
kita tamak kepada yang belum ada.
Ciri yang ketiga dari ahli
syukur adalah manfaatkan nikmat yang ada untuk mendekat kepada Allah. Alkisah
ada tiga pengendara kuda masuk kedalam belantara, ketika dia tertidur kemudian
saat terjaga dilihat kudanya telah hilang semua. Betapa kagetnya mereka dan pada
saat yang sama dalam keadaan kaget, ternyata seorang raja yang bijaksana melihat
hal tersebut dan mengirimkan kuda yang baru lengkap dengan perbekalan. Ketika
dikirimkan reaksi ketiga pengendara yang hilang kudanya itu berbeda-beda. Si-A
kaget dan berkomentar, "Wah ini hebat sekali kuda, bagus ototnya, bekalnya
banyak pula!" Dia sibuk dengan kuda tanpa bertanya kuda siapakah ini.
Si-B, gembira dengan kuda
yang ada dan berkomentar, "Wah ini kuda hebat," sambil berterima kasih kepada
yang memberi. Sikap C beda lagi, ia berkomentar "Lho ini bukan kuda saya, ini
kuda milik siapa? Yang ditanya menjawab, "Ini kuda milik raja." Si-C bertanya
kembali "Kenapa raja memberikan kuda ini? Dijawab "Sebab raja mengirim kuda agar
engkau mudah bertemu dengan sang raja". dia gembira bukan karena bagusnya kuda,
dia gembira karena kuda dapat memudahkan dia dekat dengan sang raja.
Nah begitulah, si-A adalah
manusia yang kalau mendapatkan mobil, motor, rumah, dan kedudukan sibuk dengan
kendaraan itu, tanpa sadar bahwa itu adalah titipan. Orang yang paling bodoh
adalah orang yang punya dunia tapi dia tidak sadar bahwa itu titipan Allah. Yang
B mungkin adalah model kita yang ketika senang kita mengucap Alhamdulillah,
tetapi ahli syukur yang asli adalah yang ketiga yang kalau punya sesuatu dia
berpikir bahwa inilah kendaraan yang dapat menjadi pendekat kepada Allah SWT.
Ketika mempunyai uang dia
mengucap Alhamdulillah, uang inilah pendekat saya kepada Allah, dia tidak berat
untuk membayar zakat, dia ringan untuk bersadaqah, karena tidak akan berkurang
harta dengan bersadaqah.
Maka, jika sahabat ingin
banyak uang, sederhana saja rumusnya, pakailah uang yang ada untuk berjuang di
jalan Allah. Jangan heran jika rejeki datang melimpah. Punya rumah ingin nikmat
bukan masalah ada atau tidak ada AC, bukan masalah ukuran, tetapi rumah yang
nikmat adalah rumah yang menjadi kendaraan untuk mendekat kepada Allah.
Bangunlah rumah yang tidak membuat kita sombong, belilah asesoris rumah yang
membuat setiap tamu yang datang menjadi dekat kepada Allah, bukan ingat kepada
kekayaan kita. Pasanglah hiasan yang mebuat tamu kita ingat kepada kekuasaan
Allah bukan kekuasaan kita. Itulah rumah yang Insya Allah tenang dan barokah.
Tapi kalau rumah dipakai untuk pamer dan menginginkan kursi yang amat mewah,
potret-potretnya yang tidak membuat ingat kepada Allah, malah ujub, riya
takabur, tidak usah heran rumah itu semakin diminati pencuri, dan rumah yang
diminati pencuri itu membuat strees bagi yang punya. Dia harus menyewa alarm,
menggaji satpam, di depan harus ada anjing. Coba kalau rumahnya ingat kepada
Allah dia tidak akan sesibuk itu.
Mohon maaf kepada
saudara-saudaraku yang kaya tidak apa-apa memiliki yang bagus, tapi usahakan
setiap tamu yang masuk ke rumah bukan ingat kepada kita tetapi ingat kepada
kekayaan Allah. Andai kita mempunyai jabatan, lalu bagaimana cara mensyukurinya?
Gunakanlah jabatan itu agar karyawan kita dekat kepada Allah.
Kesungguhan kita untuk
mendidik anak lebih baik daripada punya anak tetapi tidak tahu agama, lalu
bagaimana anak itu akan memuliakan ibu bapaknya? Ketika kita mati mereka hanya
berebut harta warisan jangankan mensholatkan ibu bapaknya.
Maka orang yang bersyukur
yang adalah orang yang mendidik anaknya supaya dekat dengan Allah. Di dunia nama
orang tuanya terbawa harum karena anaknya mulia. Di kubur lapang kuburnya karena
doa anaknya. Di akherat Insya Allah akan terbawa karena barokah mendidik anak.
Kunci syukur yang keempat
adalah berterima kasih kepada yang telah menjadi jalan nikmat. Seorang anak
disebut ahli syukur kalau dia tahu balas budi kepada ibu dan bapaknya.
Dimana-mana anak sholeh itu harum namanya. Tapi anak durhaka tidak pernah ada
jalan menjadi mulia sebab kenapa? Karena mereka tidak tahu balas budi. Benar
orang tua kita tidak seideal yang kita harapkan, tetapi masalah kita bukan
bagaimana sikap orang tua kepada kita, tetapi sikap kita kepada orang tua.
Saudara-saudaraku yang
budiman negeri kita dikatakan negeri bersyukur kalau sadar bahwa negeri ini
adalah titipan dari Allah, bukan milik seseorang, bukan milik pahlawan, bukan
milik siapapun yang membangun negeri. Tapi negeri ini tidak ada pemiliknya
selain Allah tapi kita episodenya hidup di Indonesia. Maka syukuri, jangan
minder jadi orang Indonesia yang disebutkan negara koruptor, tetapi justru kita
yang harus bangkit untuk tidak korupsi! Dengan minder tidak akan menyelesaikan
masalah. Kita harus bangkit! Negara ini harus jadi ladang untuk mendekat kepada
Allah.
Dengan ada perasaan
dongkol, sakit hati, itu semuanya tidak akan menyelesaikan masalah tetapi justru
akan menambah masalah. Sekarang justru kesempatan kita menjadi bagian dari
masalah atau menjadi bagian dari solusi. Daripada sibuk mempermasalahkan masalah
lebih baik mari kita sedikit demi sedikit menyelesaikan masalah. Itulah namanya
syukur nikmat.
Dan sahabat-sahabat, salah
satu tugas kita untuk mensyukuri nikmat adalah kita harus memilih pemimpin kita
yang berakhlaq baik yang bisa membimbing kita. Rakyat seluruh negeri ini menjadi
orang yang baik-baik. Kita membutuhkan suri tauladan yang baik. Jangan pernah
melihat orang dari topeng duniawinya tetapi lihatlah orang dari akhlaqnya
karemna akhlaq adalah buah dari keimanan dan keilmuan yang diamalkan. Harta,
gelar, pangkat, jabatan dan kedudukan yang tidak menjadikan kemuliaan akhlaq
seseorang berarti dia telah terpedaya. Kita tidak membutuhkan topeng. Yang kita
butuhkan adalah isi dan isi inilah milik orang-orang yang ahli syukur kepada
Allah.
Mudah-mudahan daripada kita
memikirkan yang tidak ada lebih baik mensyukuri yang ada. Wallahu a'lam
Bishowab. ***
Disampaikan dalam Kajian
Hikam Kamis 29 Agustus 2002 di Masjid Daarut Tauhiid dan disiarkan trans TV Ahad
8 Agustus 2002.
.
Zuhud
Penulis: KH. Abdullah
Gymnastiar
Ada empat tipe manusia
berkaitan dengan harta dan gaya hidupnya :
Pertama, orang berharta dan
memperlihatkan hartanya. Orang seperti ini
biasanya mewah gaya
hidupnya, untung perilakunya ini masih sesuai
dengan penghasilannya,
sehingga secara finansial sebenarnya tidak terlalu bermasalah. Hanya saja, ia
akan menjadi hina kalau bersikap sombong dan merendahkan orang lain yang
dianggap tak selevel dengan dia. Apalagi kalau bersikap kikir dan tidak mau
membayar zakat atau mengeluarkan sedekah. Sebaliknya, ia akan terangkat
kemuliaannya dengan kekayaannya itu jikalau ia rendah hati dan dermawan.
Kedua, orang yang tidak
berharta banyak, tapi ingin kelihatan berharta. Gaya hidup mewahnya sebenarnya
diluar kemampuannya, hal ini karena ia ingin selalu tampil lebih daripada
kenyataan. Tidaklah aneh bila keadaan finansialnya lebih besar pasak daripada
tiang. Nampaknya, orang seperti ini benar-benar tahu seni menyiksa diri.
Hidupnya amat menderita, dan sudah barang tentu ia menjadi hina dan bahkan
menjadi bahan tertawaan orang lain yang mengetahui keadaan yang sebenarnya.
Ketiga, orang tak berharta
tapi berhasil hidup bersahaja. Orang seperti ini tidak terlalu pening dalam
menjalani hidup karena tak tersiksa oleh keinginan, tak ruwet oleh pujian dan
penilaian orang lain, kebutuhan hidupnya pun sederhana saja. Dia akan hina kalau
menjadi beban dengan menjadi peminta-minta yang tidak tahu diri. Namun tetap
juga berpeluang menjadi mulia jikalau sangat menjaga kehormatan dirinya dengan
tidak menunjukan berharap dikasihani, tak menunjukan kemiskinannya, tegar, dan
memiliki harga diri.
Keempat, orang yang
berharta tapi hidup bersahaja. Inilah orang yang
mulia dan memiliki
keutamaan. Dia mampu membeli apapun yang dia inginkan namun berhasil menahan
dirinya untuk hidup seperlunya. Dampaknya, hidupnya tidak berbiaya tinggi, tidak
menjadi bahan iri dengki orang lain, dan tertutup peluang menjadi sombong, serta
takabur plus riya. Dan yang lebih menawan akan menjadi contoh kebaikan yang
tidak habis-habisnya untuk menjadi bahan pembicaraan. Memang aneh tapi nyata
jika orang yang berkecukupan harta tapi mampu hidup bersahaja (tentu tanpa
kikir). Sungguh ia akan punya pesona kemuliaan tersendiri. Pribadinya yang lebih
kaya dan lebih berharga dibanding seluruh harta yang dimilikinya, subhanallaah.
Perlu kita pahami bahwa
zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak
mempunyai hal-hal yang
bersifat duniawi, semacam harta benda dan kekayaan lainnya, melainkan kita lebih
yakin dengan apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tangan
makhluk. Bagi orang yang zuhud terhadap dunia, sebanyak apapun harta yang
dimiliki, sama sekali tidak akan membuat hatinya merasa tenteram, karena
ketenteraman yang hakiki adalah ketika kita yakin dengan janji dan jaminan
Allah.
Andaikata kita merasa lebih
tenteram dengan sejumlah tabungan di bank, saham di sejumlah perusahaan ternama,
real estate investasi di sejumlah kompleks perumahan mewah, atau sejumlah
perusahaan multi nasional yang dimiliki, maka ini berarti kita belum zuhud.
Seberapa besar pun uang tabungan kita, seberapa banyak saham pun yang dimiliki,
sebanyak apapun asset yang dikuasai, seharusnya kita tidak lebih merasa tenteram
dengan jaminan mereka atau siapapun. Karena, semua itu tidak akan datang kepada
kita, kecuali ijin Allah. Dia-lah Maha Pemilik apapun yang ada di dunia ini.
Begitulah. Orang yang zuhud
terhadap dunia melihat apapun yang
dimilikinya tidak mejadi
jaminan. Ia lebih suka dengan jaminan Allah karena walaupun tidak tampak dan
tidak tertulis, tetapi Dia Mahatahu akan segala kebutuhan kita, dan bahkan,
lebih tahu dari kita sendiri.
Ada dan tiadanya dunia di
sisi kita hendaknya jangan sampai menggoyahkan batin. Karenanya, mulailah
melihat dunia ini dengan sangat biasa-biasa saja. Adanya tidak membuat bangga,
tiadanya tidak membuat sengsara. Seperti halnya seorang tukang parkir. Ya tukang
parkir. Ada hal yang menarik untuk diperhatikan sebagai perumpamaan dari tukang
parkir. Mengapa mereka tidak menjadi sombong padahal begitu banyak dan beraneka
ragam jenis mobil yang ada di pelataran parkirnya? Bahkan, walaupun
berganti-ganti setiap saat dengan yang lebih bagus ataupun dengan yang lebih
sederhana sekalipun, tidak mempengaruhi kepribadiannya!? Dia senantiasa bersikap
biasa-biasa saja.
Luar biasa tukang parkir
ini. Jarang ada tukang parkir yang petantang
petenteng memamerkan
mobil-mobil yang ada di lahan parkirnya. Lain
waktu, ketika mobil-mobil
itu satu persatu meninggalkan lahan parkirnya, bahkan sampai kosong ludes sama
sekali, tidak menjadikan ia stress. Kenapa sampai demikian? Tiada lain, karena
tukang parkir ini tidak merasa memiliki, melainkan merasa dititipi. Ini
rumusnya.
Seharusnya begitulah sikap
kita akan dunia ini. Punya harta melimpah,
deposito jutaan rupiah,
mobil keluaran terbaru paling mewah, tidak
menjadi sombong sikap kita
karenanya. Begitu juga sebaliknya, ketika harta diambil, jabatan dicopot, mobil
dicuri, tidak menjadi stress dan putus asa. Semuanya biasa-biasa saja. Bukankah
semuanya hanya titipan saja? Suka-suka yang menitipkan, mau diambil sampai habis
tandas sekalipun, silahkan saja, persoalannya kita hanya dititipi.
Rasulullah SAW dalam hal
ini bersabda, "Melakukan zuhud dalam kehidupan dunia bukanlah dengan
mengharamkan yang halal dan bukan pula dengan memboroskan kekayaan. Zuhud
terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap apa yang ada pada dirimu
lebih pasti daripada apa yang ada pada Allah. Dan hendaknya engkau bergembira
memperoleh pahala musibah yang sedang menimpamu walaupun musibah itu akan tetap
menimpamu." (HR. Ahmad).***
Hikmah Ayat Kursi
Penulis: Aa Gym
Bismillahirrahmanirrahiim,
"Allah. Tidak ada Tuhan
melainkan Dia Yang Maha Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya).
Dia tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan
apa yang ada di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa
izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan dibelakang mereka,
dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah, melainkan apa yang
dikehendaki-Na. Kursi (pengetahuan/kekuasaan) Allah meliputi langit dan bumi.
Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya dan Allah Maha Tinggi lagi Maha
Besar." (QS Al Baqarah: 255).
Maha Agung Allah yang Maha
dahsyat dengan ayat-ayat yang Dia sampaikan kepada hamba-hamba-Nya, yang
meyakini dan mengamalkan, dan membimbing menuju kemuliaan Ialah Allah Yang Maha
Agung dan Maha Perkasa.
Saudaraku, ini adalah ayat
Kursi, yang sarat dengan keindahan, keagungan dan kebesaran Allah. Allah yang
tiada tuhan selain Dia. Yang kekal serta terus menerus mengurus segala-galanya,
Allah tidak tersentuh oleh kantuk, apalagi tertidur. Semuanya dalam kesibukan
mengurus hamba-hamba-Nya. Allah selalu dalam kesibukan mengurus hamba-hamba-Nya.
Tiada satupun yang memiliki
apapun di langit dan bumi selain Allah dan tidak ada syafaat selain Allah,
termasuk siapapun yang diizinkan-Nya memberi syafaat. Tiada yang tersembunyi
karena Allah Maha Tahu apa yang ada di depan, di belakang, samping kiri kanan,
luar dan dalam Allah Maha Tahu segala-galanya. Dan mahluk tidak pernah tahu
apapun kecuali yang Allah kehendaki. Kita tidak pernah tahu apa-apa kecuali
sepercik ilmu yang Allah berikan kepada kita.
Kekuasaaan Allah meliputi
langit dan bumi, total dan sempurna. Dan Allah tidak berat sama sekali mengurus
apapun yang Dia ciptakan, Dia genggam, memelihara segala-galanya. Andaikata kita
meyakini, kedahsyatan, kehebatan Allah ini, maka kita akan puas memiliki
pelindung Allah SWT. Kita memiliki penjamin, Ialah Allah SWT. Kita memiliki
penuntun, Ialah Allah Yang Maha Tahu segala-galanya. Memang orang yang paling
puas dan paling bahagia dalam hidup adalah orang yang paling yakin dengan
kehebatan, keagungan, kebesaran Allah dan segala janji serta jaminan-Nya.
Semoga kita semua semua
termasuk orang yang bisa memahami ayat Kursi dengan baik, mengamalkannya dengan
benar dan meyakini hikmah yang tersirat di dalamnya.***
Allah Pelindung Orang yang
Beriman
Penulis: Aa Gym
Bismillahirrahmannirrahiim,
"Tidak ada paksaan untuk
agama; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah maka,
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan
putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Allah Pelindung
orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya.
Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang
mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni
neraka; mereka kekal didalamnya." (QS: Al Baqarah ayat 256-257)
Alhamdulillahhirrobil
alamin...
Mahasuci Allah yang telah
mengislamkan kita. Sebuah karunia yang amat besar yang bisa membedakan kesesatan
dan kebenaran. Wahai saudaraku, semoga Allah mengaruniakan dirimu Istiqomah
dalam Islam, karena ternyata surat Al Baqarah ayat 256 menyiratkah hikmah bahwa
Islam begitu jelas: Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam karena jelas
yang benar dan yang bathil, tinggal hati memilih kebenaraan atau kebathilan.
Ingkar kepada Allah tidak menambah kemudharatan bagi Allah Yang Maha Agung,
kecuali mudharat bagi dirinya sendiri.
Surat Al Baqarah ayat 257
menyiratkan Allahlah pelindung orang yang beriman. Allah yang mengeluarkan kita
dari kegelapan, kekafiran menuju kepada keimanan. Sedangkan orang-orang yang
kufur kepada Allah justru berlindung kepada syaitan yang terkutuk, yang
sebaliknya mengeluarkan dari cahaya menuju kegelapan.
Saudaraku, orang-orang yang
dibimbing oleh Allah akan mudah melangkah bagai langkah dalam cahaya yang terang
benderang dan itulah perlindungan dari Allah. Tapi orang-orang yang ada dalam
kegelapan batin was-was tidak bisa membedakan mana nikmat mana mudharat.
Kegelisahan, kegalauan akan menghiasi setiap gerak langkah dan waktunya.
Oleh karena itu,
bersyukurlah kita jikalau kita termasuk orang yang beriman, karena Allahlah yang
akan mencahayai setiap gerak langkah hidup kita. Nikmat sekali hidup bisa
menatap lurus apa yang akan kita tempuh. Nikmat yang belum didapat sudah kita
rasakan nikmatnya karena jelas ini nikmat dari Allah. Subhanallah.
Semoga Allah mengaruniakan
kita istiqamah dalam Islam dan iman dan memberikan hidayah kepada
saudara-saudara kita lainnya untuk memasuki agama Islam karena melihat cahaya
kebenaran bukan karena paksaan siapapun jua. Laa iqro hafiddin, tiada paksaan
untuk memasuki agama Islam. ***
Pribadi Muslim Berprestasi
Penulis: KH. Abdullah
Gymnastiar
Sekiranya kita hendak
berbicara tentang Islam dan kemuliaannya, ternyata tidaklah cukup hanya
berbicara mengenai ibadah ritual belaka. Tidaklah cukup hanya berbicara seputar
shaum, shalat, zakat, dan haji. Begitupun jikalau kita berbicara tentang
peninggalan Rasulullah SAW, maka tidak cukup hanya mengingat indahnya senyum
beliau, tidak hanya sekedar mengenang keramah-tamahan dan kelemah-lembutan tutur
katanya, tetapi harus kita lengkapi pula dengan bentuk pribadi lain dari
Rasulullah, yaitu : beliau adalah orang yang sangat menyukai dan mencintai
prestasi!
Hampir setiap perbuatan
yang dilakukan Rasulullah SAW selalu terjaga mutunya. Begitu mempesona
kualitasnya. Shalat beliau adalah shalat yang bermutu tinggi, shalat yang
prestatif, khusyuk namanya. Amal-amal beliau merupakan amal-amal yang
terpelihara kualitasnya, bermutu tinggi, ikhlas namanya. Demikian juga
keberaniannya, tafakurnya, dan aneka kiprah hidup keseharian lainnya. Seluruhnya
senantiasa dijaga untuk suatu mutu yang tertinggi.
Ya, beliau adalah pribadi
yang sangat menjaga prestasi dan mempertahankan kualitas terbaik dari apa yang
sanggup dilakukannya. Tidak heran kalau Allah Azza wa Jalla menegaskan,
"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah ..." (QS. Al Ahzab [33] :
21)
Kalau ada yang bertanya,
mengapa sekarang umat Islam belum ditakdirkan unggul dalam kaitan kedudukannya
sebagai khalifah di muka bumi ini? Seandainya kita mau jujur dan sudi merenung,
mungkin ada hal yang tertinggal di dalam menyuritauladani pribadi Nabi SAW.
Yakni, kita belum terbiasa dengan kata prestasi. Kita masih terasa asing dengan
kata kualitas. Dan kita pun kerapkali terperangah manakala mendengar kata
unggul. Padahal, itu merupakan bagian yang sangat penting dari peninggalan
Rasulullah SAW yang diwariskan untuk umatnya hingga akhir zaman.
Akibat tidak terbiasa
dengan istilah-istilah tersebut, kita pun jadinya tidak lagi merasa bersalah
andaikata tidak tergolong menjadi orang yang berprestasi. Kita tidak merasa
kecewa ketika tidak bisa memberikan yang terbaik dari apa yang bisa kita
lakukan. Lihat saja shalat dan shaum kita, yang merupakan amalan yang paling
pokok dalam menjalankan syariat Islam. Kita jarang merasa kecewa andaikata
shalat kita tidak khusyuk. Kita jarang merasa kecewa manakala bacaan kita kurang
indah dan mengena. Kita pun jarang kecewa sekiranya shaum Ramadhan kita berlalu
tanpa kita evaluasi mutunya.
Kita memang banyak
melakukan hal-hal yang ada dalam aturan agama tetapi kadang-kadang tidak
tergerak untuk meningkatkan mutunya atau minimal kecewa dengan mutu yang tidak
baik. Tentu saja tidak semua dari kita yang memiliki kebiasaan kurang baik
semacam ini. Akan tetapi, kalau berani jujur, mungkin kita termasuk salah satu
diantara yang jarang mementingkan kualitas.
Padahal, adalah sudah
merupakan sunnatullah bahwa yang mendapatkan predikat terbaik hanyalah
orang-orang yang paling berkualitas dalam sisi dan segi apa yang Allah takdirkan
ada dalam episode kehidupan dunia ini. Baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi,
Allah Azza wa Jalla selalu mementingkan penilaian terbaik dari mutu yang bisa
dilakukan.
Misalnya saja shalat,
"Qadaflahal muminuun. Alladziina hum fii shalaatihim" (QS. Al Muminuun [23] :
1-2). Amat sangat berbahagia serta beruntung bagi orang yang khusyuk dalam
shalatnya. Artinya, shalat yang terpelihara mutunya, yang dilakukan oleh orang
yang benar-benar menjaga kualitas shalatnya. Sebaliknya, "Fawailullilmushalliin.
Alladziina human shalatihim saahuun" (QS. Al Maauun [107] : 4-5).
Kecelakaanlah bagi orang-orang yang lalai dalam shalatnya!
Amal baru diterima kalau
benar-benar bermutu tinggi ikhlasnya. Allah Azza wa Jalla berfirman, "Padahal
mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan
shalat serta menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus" (QS.
Al Bayyinah [98] : 5). Allah pun tidak memerintahkan kita, kecuali
menyempurnakan amal-amal ini semata-mata karena Allah. Ada riya sedikit saja,
pahala amalan kita pun tidak akan diterima oleh Allah Azza wa Jalla. Ini dalam
urusan ukhrawi.
Demikian juga dalam urusan
duniawi produk-produk yang unggul selalu lebih mendapat tempat di masyarakat.
Lebih mendapatkan kedudukan dan penghargaan sesuai dengan tingkat keunggulannya.
Para pemuda yang unggul juga bisa bermanfaat lebih banyak daripada orang-orang
yang tidak memelihara dan meningkatkan mutu keunggulannya.
Pendek kata, siapapun yang
ingin memahami Islam secara lebih cocok dengan apa-apa yang telah dicontohkan
Rasul, maka bagian yang harus menjadi pedoman hidup adalah bahwa kita harus
tetap tergolong menjadi orang yang menikmati perbuatan dan karya terbaik, yang
paling berkulitas. Prestasi dan keunggulan adalah bagian yang harus menjadi
lekat menyatu dalam perilaku kita sehari-hari.
Kita harus menikmati karya
terbaik kita, ibadah terbaik kita, serta amalan terbaik yang harus kita
tingkatkan. Tubuh memberikan karya terbaik sesuai dengan syariat dunia sementara
hati memberikan keikhlasan terbaik sesuai dengan syariat agama. Insya Allah, di
dunia kita akan memperoleh tempat terbaik dan di akhirat pun mudah-mudahan
mendapatkan tempat dan balasan terbaik pula.
Tubuh seratus persen
bersimbah peluh berkuah keringat dalam memberikan upaya terbaik, otak seratus
persen digunakan untuk mengatur strategi yang paling jitu dan paling mutakhir,
dan hati pun seratus persen memberikan tawakal serta ikhlas terbaik, maka kita
pun akan puas menjalani hidup yang singkat ini dengan perbuatan yang Insya Allah
tertinggi dan bermutu. Inilah justru yang dikhendaki oleh Al Islam, yang telah
dicontohkan Rasulullah SAW yang mulia, para sahabatnya yang terhormat, dan
orang-orang shaleh sesudahnya.
Oleh sebab itu, bangkitlah
dan jangan ditunda-tunda lagi untuk menjadi seorang pribadi muslim yang
berprestasi, yang unggul dalam potensi yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada
setiap diri hamba-hambanya. Kitalah sebenarnya yang paling berhak menjadi
manusia terbaik, yang mampu menggenggam dunia ini, daripada mereka yang ingkar,
tidak mengakui bahwa segala potensi dan kesuksesan itu adalah anugerah dan
karunia Allah SWT, Zat Maha Pencipta dan Maha Penguasa atas jagat raya alam
semesta dan segala isinya ini!
Ingat, wahai hamba-hamba
Allah, "Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang
maruf dan mencegah yang munkar dan beriman kepada Allah ...!E(QS. Ali Imran
[3] : 110)
.
0 komentar